Friday, March 27, 2009

Berbagai Debat Terpilih dalam Perencanaan Baik Wilayah maupun Perkotaan

Contoh-contoh debat terpilih dalam Teori Perencanaan
1. Utopian & Pragmatis
a. Secara Utopian Perencanaan Wilayah yang didalam laporannya terlalu muluk-muluk atau bermimpi terlalu tinggi sedangkan merencanakan memiliki kriteria atau point penting umur rencana dan diharapkan hasil produk atau hasil rencana dapat dicapai tujuannya serta dinikmati hasilnya contoh utopian seperti perencanaan busway dalam RTRW Kabupaten Barru, hal ini sebuah impian yang sangat dimimpikan seluruh daerah.
b. Namun secara Pragmatis, tujuan untuk menuju ke arah perencanaan yang dimaksud yaitu perencanaan busway di Kabupaten Barru, sangatlah sulit untuk diterapkan bahkan hingga 25-30 ke depan karena daerah Barru merupakan daerah tetangga Kota Makassar, dan Kabupaten lain yang sampai saat ini baru mulai lepas landas karena daerah Barru juga merupakan basis daerah pertanian, sedangkan perencanaan busway diperuntukkan untuk daerah-daerah yang cukup strategis, padat penduduk, menjadi pusat bisnis atau ekonomi, transportasi cukup padat, tingkat kebutuhan akan transportasi massal sangat tinggi, pendapatan daerah yang cukup tinggi, dan berbagai pertimbangan lainnya. Namun pada 30 atau 40 tahun kemudian hal itu dapat dilakukan mengingat tingkat pertumbuhan aglomerasi pada suatu wilayah semakin tinggi, sehingga cepat terjadi polarisasi keruangan.



2. Bottom Up Vs Top Down Planning
Ciri-ciri Top Down dan Bottom Up Planning1
Ciri-ciri Top Down Planning Ciri-ciri Bottom Up Planning
 Top down (Sentralistik)
 Pemerintah menyiapkan, melaksanakan, mengendalikan
 Kebijakan tata ruang tertutup, diketahui sekelompok orang dan Pemda pasif
 Tidak melalui mekanisme yang seharusnya Bottom-up (desentralistik)
 Pemerintah & Masyarakat menyiapkan,melaksanakan dan megendalikan
 Transparansi
 Sesuai dengan mekanisme penyusunan


Menurut Adisasmitha2
Bahwa Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan merupakan bentuk perencanaan dari bawah, dari akar rumput bawah atau sering disebut Bottom-Up Planning, peningkatan masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowering) secara nyata dan terarah.
Contoh Top down
Pada tingkat LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) dan Rakordang ( Rapat Koordinasi Pembangunan) seringkali ditemukan adanya dominasi sektoral dalam proses tawar menawar program tanpa melihat dan mempertimbangkan usulan yang muncul dari bawah. Kondisi ini juga dimungkinkan karena memang usulan dari bawah tersebut tidak memiliki dasar yang kuat sebagai aspirasi masyarakat dari desa yang bersangkutan.
Contoh Bottom Up
Contoh sederhana di lingkungan perumahan, yaitu masyarakat ingin pembangunan prasarana yang memadai seperti jalan, drainase, ataupun air bersih. Hal ini menjadi pertimbangan dalam merumuskan rencana, karena prinsip perencanaan Bottom Up yaitu aspirasi masyarakat diakomodir menjadi rumusan masalah dalam merumuskan rencana ataupun kebijakan.

1Tato, Syahriar, Dr.Ir, M.S. 2007. Bahan Kuliah “ Paradigma Baru Dalam Penataan Ruang”. PWK UIN Alauddin. Makassar.
2Adisasmitha, Rahardjo. Prof. DR, M.Ec. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Graha Ilmu. Makassar. Hl. 34


3. Teritori Vs Fungsi
Contohnya, daerah sungai jeneberang bagian hulu merupakan daerah Malino yang dimana daearah tersebut sebagai daerah konservasi hutan agar daerah hulu sungai jene’berang tetap menghasilkan air serta dapat menyuplai air ke daerah hilir secara teratur. Hal ini, secara teritori bahwa daerah Malino memiliki hutan yang berpotensial untuk menjadi kawasan yang siap dikonversi menjadi kawasan yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Namun secara fungsional daerah hutan Malino jika ditebang atau dikonversi maka daerah hulu sungai jeneberang tidak akan cukup menahan air karena hutan Malino di bagian hulu menjadi daerah penahan air agar suplai air ke hilir menjadi teratur sehingga air daerah sungai jene’berang akan sangat tidak teratur dalam suplai air bersih di beberapa daerah di hili seperti Kota Makassar, dll. Hal ini jika pada musim kemarau air akan sangat kering, namun pada musim hujan air akan sangat banyak sehingga terkadang banjir di daerah hilir, karena koefisien Run-off sangat besar daripada yang tahan atau di tangkap oleh hutan Malino.

4. Publik Vs Swasta/Private
Contoh masalahnya yaitu Mesjid Hidayatullah di Jakarta ataupun Gedung Lawang Sewu di Semarang3 menjadi incaran para investor, secara langsung ini menjadi masalah sosial karena bangunan-bangunan tersebut merupakan ruang publik yang seharusnya dilestarikan bukan dikonversi atau dirubuhkan untuk kepentingan swasta. Contoh lain ruko memasuki wilayah-wilayah resapan air di Jl Perintis Kemerdekaan4 . Tahun 2004 tercatat lebih dari 30 unit ruko di bangun di atas wilayah resapan air di Kilometer 8 dan 9. Termasuk hadirnya swalayan Alfa di wilayah resapan dengan areal lebih dari satu hektare., hal ini menyebabkan Tertutupnya wilayah resapan ini, mulai memicu meluapnya Sungai Tello di wilayah bantaran. Apalagi, perhatian pemerintah kota sepertinya tak pernah mengarah ke sana. Hal ini karena pihak swasta ataupun kepentingan pribadi sangat di pentingkan daripada kepentingan publik yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat luas.
3Budihardjo, Eko. Prof. Ir, M.Sc. 1997. Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Andi Yogyakarta. D.I. Yogyakarta. Bab 3-Hal 76.
4Beritakota. 2007. Head line “Timur Makassar jadi Kota Ruk, Resapan Air Hilang”. Karebosi.com. Makassar

Thursday, March 26, 2009

Baru Mau Dimulai

nanti baru sa isi