Sunday, May 10, 2009

KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE , KOTA PARE-PARE BERBASIS MITIGASI TSUNAMI



FILOSOFI

LATAR BELAKANG
Daerah Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara In Land dan Up land, yaitu perantara antara Laut dan Daratan hal ini menjadikan pesisir menjadi daerah yang sangat memiliki potensi kawasan yang sangat tinggi baik wisata, Industri, permukiman, dll. Namun disamping itu daerah pesisir merupakan daerah yang melindungi daerah daratan karena sebagai daerah bawah yang melindungi daerah atasnya (daratan).
Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan salah satu wilayah yang kaya akan potensi sumber daya laut, wisata, namun juga potensi akan Gelombang Pasang Tsunami (Agus Hendratno, 2005). Selat Makassar masuk dalam Zona D Sesismotektonik dengan 9 kali kejadian Tsunami dalam kurun waktu 400 tahun belakangan (Latief et al, 2000). Di Sulawesi Selatan, bencana Tsunami pernah melanda Kabupaten Majene (1964), Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba (1904), serta Kabupaten Selayar (1964 dan 1992). Daerah Sumpangminangae merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar di sebelah timur dan masuk dalam Zona D dengan periode ulang Tsunami antara 15-20 Tahun (Subandono, 2007)
Rencana Zonasi Ruang Pesisir di Daerah Sumpangminangae Kota Parepare sebagai bentuk mitigasi untuk menghindari kerusakan ataupun kehancuran yang lebih parah pada daerah pesisir atau Up land atau daerah daratan beserta yang tinggal di dalamnya. Dasar pertimbangan perencanaan dengan melihat fisik kawasan, tata guna lahan serta ruang wilayah secara makro dan Kota secara mikro, yaitu melihat arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare.
TUJUAN
Rencana Zonasi Ruang Pesisir berdasarkan FILOSOFI di atas bertujuan
- Menjaga peradaban baik di darat maupun di laut
- Menjaga keseimbangan antara laut dan darat
- Berusaha bersikap saling menghargai terhadap laut yang memberikan kita sumber daya yang melimpah.

Rencana Zonasi Ruang Pesisir juga bertujuan
- Mengembalikan fungsi asli wilayah pesisir baik sebagai kawasan budidaya serta kawasan lindung
- Meminimalkan atau memperkecil korban jiwa akibat bencana tsunami
- Mencegah kehancuran daerah pesisir akibat bencana tsunami yang menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana vital yang ada di wilayah pesisir.
METODE PENELITIAN
a. Lokasi Penelitian berada di Kawasan Pesisir Sumpangminangae, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare. Sulawesi Selatan.
b. Analisis didasarkan pada kondisi fisik wilayah serta mempertimbangkan arahan wilayah Kota Parepare secara makro serta kawasan Sumpangminangae secara mikro

GAMBARAN UMUM KOTA PAREPARE
Berdasarkan tinjauan astronomi, Kota Parepare terletak antara 3057’39’’-4004’ 49’’ Lintang Selatan dan 1190 36’ 24’’ - 1190 43’ 40’’ Bujur Timur, sedangkan secara geografis terletak di sebelah barat bagian tengah Propinsi Sulawesi Selatan. Kota Parepare terletak di sebelah utara timur laut Kota Makassar yang berjarak tempuh kurang lebih 3 jam perjalanan atau 155 km.
Kota Parepare secara administrasi dan geografis berbatasan dengan beberapa kabupaten sebagai berikut :
 sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang;
 sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap);
 sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru; dan
 sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Parepare dan Selat Makassar.
Kota Parepare memiliki 21 kelurahan di 3 kecamatan (lihat tabel) yang memanjang dari barat ke timur sepanjang Teluk Parepare atau pesisir barat Propinsi Sulawesi Selatan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh wilayah belakang (hinterlandnya), yaitu Kabupaten: Pinrang, Enrekang, Sidrap, dan Barru, yang terletak di sebelah barat ke timur Propinsi Sulawesi Selatan. Luas keseluruhan wilayah kota Parepare yang berjarak 155 km dari Kota Makassar adalah 99,33 km2 atau hanya sekitar 0,16 % dari luas keseluruhan Propinsi Sulawesi Selatan (62.641,39 km2).
Kecamatan dan Kelurahan di Kota Parepare tahun 2006
No. Kecamatan Kelurahan Luas (km2) Persentase (%)
1. Bacukiki
Lumpue
Watang Bacukiki
Lemoe
Lompoe
Bumi Harapan
Sumpangminangae
Cappagalung
Tiro Sompe
Kampung Baru 79,70
4,99
25,52
29,75
11,43
6,16
0,31
0,70
0,38
0,46 80,23
5,02
25,69
29,95
11,51
6,20
0,31
0,70
0,38
0,46
2. Ujung
Labukkang
Mallusetasi
Ujung Sabbang
Ujung Bulu
Lapadde 11,30
0,36
0,22
0,36
0,38
9,98 11,38
0,36
0,22
0,36
0,38
10,05
3. Soreang
Kampung Pisang
Lakessi
Ujung Baru
Ujung Lare
Bukit Indah
Watang Soreang
Bukit Harapan 8,33
0,12
0,15
0,48
0,18
1,19
0,65
5,56 8,39
0,12
0,15
0,48
0,18
1,20
0,65
5,56
Jumlah 99,33 100
Sumber : Kota Parepare dalam Angka Tahun 2007

RONA AWAL KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE
Kawasan Pesisir Sumpangminangae merupakan daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar, dengan mencakup 2 daerah Kelurahan yaitu Limpoe dan Sumpangminangae, dengan total luas daerah 5,3 Km2 atau 5,33 % dari luas Kota Parepare. Kawasan ini masuk dalam Kecamatan Bacukiki, sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Cappagalung, sebelah Barat berbatasan Selat Makassar, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Watang Bacukiki, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Dapat dilihat pada Peta Administrasi Kawasan Rencana.
Aspek Fisik Wilayah Perencanaan
A. Ketinggian Tempat
Ditinjau dari aspek topografi, Kota Parepare merupakan daerah yang datar sampai bergelombang, dengan klasifikasi yaitu + 80% luas areal merupakan daerah perbukitan dan selebihnya menjadi pusat kota dengan ketinggian + 25 – 500 m dpl. Kawasan Pesisir Sumpangminangae dengan terbagi atas 2 Kelurahan dengan ketinggian pada Kelurahan Limpoe yaitu >700 meter dari permukaan air laut dengan luasan 11,43 Km2, dan kelurahan Sumpangminangae dengan Titik Ketinggian < 500 Meter dari permukaan air laut dengan luasan 0,13 Km2. Dapat dilihat pada peta ketinggian kawasan rencana.
B. Kelerengan
Wilayah Kota Parepare sebagian besar bertopografi tinggi dan bergelombang (tingkat kemiringan 2-40 %), seperti pada umumnya wilayah di bagian timur Propinsi Sulawesi Selatan dan sebagian kecil bertopografi rendah/landai (tingkat kemiringan 0-2 %) pada sebagian kecil bagian baratnya. Kondisi fisik dasar ini sangat mempengaruhi keadaan lingkungan dan permukiman serta sosial ekonomi masyarakatnya. Untuk Wilayah Kawasan Pesisir Sumpangminangae kemiringan tempat yang dominan adalah 0-2 % dan selebihnya 2-30 %. Dapat dilihat pada peta kelerengan kawasan rencana.

C. Tata Guna Lahan
Kota Parepare yang memiliki luas wilayah 9.933 Ha berdasarkan pola pemanfaatan lahannya pada tahun 2006 masih didominasi kawasan hutan yaitu ± 4363,83 Ha atau 43,93% dari luas Kota Parepare. Kondisi tersebut sama pada keadaaan tahun 1999 dan 2000 yang pada umumnya masih tetap didominasi oleh hutan. Sedangkan pemanfaatan lahan untuk permukiman sebagai lokasi hunian bagi penduduk luasnya berkisar 545,10 Ha (5,49%) yang berarti mengalami kenaikan dari luas tahun 1999 yaitu 423,82 Ha (4,26%) dan tahun 2006 yang luasnya 424,00 Ha (4,27%). Untuk lebih jelasnya pola guna lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
Luas dan persentase Penggunaan Lahan menurut Kondisi
di Kota Parepare tahun 1999, 2000 dan 2006
No Penggunaan Lahan 1999 2000 2006
Luas
(Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 Permukiman
Jasa
Industri
Perusahaan
Kebun/Tegalan
Sawah
Tambak
Rawa
Hutan
Padang Rumput
Jalan /Perhungan
Kolam/empang 423,82
71,78
17,32
59,02
2288
933,9
36,05
1,22
3762,92
2058,15
280,25
- 4,26
0,72
0,17
0,59
23,03
9,40
0,36
0,01
37,80
20,72
2,82
- 545,10
71,90
17,32
59,02
1562,05
932,24
36,65
1,22
4363,83
2058,12
285,55
- 5,49
0,72
0,18
0,60
15,72
9,39
0,37
0,01
43,93
20,72
2,87
- 424,00
71,78
17,32
59,02
1.849,00
933,00
14,00
1,00
4.363,83
1.912,50
285,55
2,00 4,27
0,73
0,17
0,59
18,62
9,39
0,15
0,01
43,93
19,25
2,87
0,02
Jumlah 9.933 100 9.933 100 9.933 100
Sumber: Bappeda Kota Parepare, 2008
DASAR PERTIMBANGAN
a. Data Fisik Wilayah Perencanaan
Dalam hal ini data fisik wilayah sangat penting dalam menzonasi ruang pesisir berbasis mitigasi bencana bagian daratan (up land), seperti data guna lahan, ketinggian dan kelerengan lapangan. Hal ini berfungsi mendeneliasi daerah yang potensi rawan tsunami dan daerah bebas tsunami, sehingga salah satu konsep yaitu evakuasi yang ingin kami terapkan dapat tercover dalam zonasi ruang pesisir ini.

b. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare
Berdasarkan fungsi dan peran yang diemban Kota Parepare secara umum seperti yang diuraikan pada penjelasan terdahulu dikaitkan dengan hasil analisis potensi bagian-bagian wilayah kota (BWK), maka dapat ditentukan fungsi Kawasan Pesisir Sumpangminangae masuk dalam BWK F dengan arahan fungsi utama sebagai Kawasan Industri dan Transportasi Darat, serta Fungsi Penunjang sebagai daerah Rekreasi dan permukiman. Dapat dilihat pada lampiran, Peta Pembagian Fungsi BWK Kota Parepare.
c. Undang-undang Tentang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007
UU Tentang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa penataan ruang sebaiknya berbasis Mitigasi Bencana, demi sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan Penghidupan.

c. Peraturan Pemerintah No. PER.16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

d. Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil No. 27 tahun 2007

PENENTUAN ZONA
Kawasan Pesisir Sumpangminangae, kami bagi atas 3 zona yaitu
A. ZONA I (ZONA KONSERVASI/RAWAN BENCANA/PENYANGGA I)
Zona ini rawan akan bencana Tsunami, dengan ketinggian didominasi 0-7 meter meter dari permukaan air laut, kelerengan 0-3 %, identifikasi Awal sebagai daerah rawan bencana. Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan, Kebun Campuran dan hutan.
Arahan Zona
zona ini di arahkan pada fungsi kegiatan pada daerah pesisir yaitu :
- Pelestarian Tanaman Mangrove sebagai pertanahan fisik alami daerah pesisir, penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai.
- pembangunan tanggul penahan gelombang pasang sebagai pertahanan fisik buatan, daerah Pertambakan,
- Penentuan Sempadan Pantai 125-300 meter dari garis pantai
- Arahan sebagai daerah wisata Bahari merujuk dari RTRWK Parepare
- Arahan tidak di persyaratkan untuk pembangunan perumahan, perkantoran maupun sarana dan prasarana yang sangat vital seperti rumah sakit, pasar, kantor pemerintahan, jaringan listrik, jaringan telepon, dll.
- Menentukan jenis bangunan di daerah pesisir baik itu bagi permukiman nelayan ataupun masyarakat local kawasan tersebut.
- rekayasa ruang dengan pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang lebih tinggi. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.
- dan prasarana daerah pesisir lainnya.

B. ZONA II (ZONA ANTARA/PENYANGGA II)
Zona ini cukup bebas dari gelombang Tsunami, dengan ketinggian 25-500 meter dari permukaan air laut Identifikasi awal Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan dan hutan.
Arahan Zona
- di arahkan pada pembangunan yang sifatnya cukup vital baik sarana dan prasarana maupun arahan untuk budidaya lainnya seperti permukiman, perkantoran, perdagangan, industry dan lain-lain.
- Sebagai daerah wisata dengan status Penyangga II
- Sebagai daerah Permukiman
- Pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang jauh lebih tinggi dan lebih bebas. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.

C. ZONA III (ZONA BEBAS TSUNAMI)
Identifikasi awal Zona ini bebas dari Tsunami, ketinggian dominan > 500 meter dari permukaan air laut, kemiringan lereng 15-40 % hal ini sangat cocok sebagai hunian yang bebas dari tsunami, penempatan sarana dan prasarana vital bagi kota, daerah industry, kantor pusat, militer, daerah perlindungan setempat, dll.
Arahan Zona
- Sebagai Kawasan Lindung Setempat
- Pembangunan sarana vital bagi daerah yang kelerengan < 15 %
- Permukiman serta sarana Vital Perkotaan yang bebas dari gelombang tsunami
- Serta zona evakuasi sebagai tempat atau titik perlindungan dari bencana Tsunami.
- Pembangunan prasarana jalan Evakuasi.

KESIMPULAN
Daerah pesisir Sumpangminangae, merupakan daerah yang sangat beragam secara fisik wilayah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar, serta belum dikembangkan sepenuhnya. Oleh karena itu, pembangunan yang akan dilakukan harus mengikuti Zonasi yang telah direncanakan agar dapat mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana alam seperti tsunami dan dapat memberdayakan masyarakat daerah pesisir yang berprofesi selain nelayan serta menjaga kelestarian laut dan pesisir.
Zonasi kawasan pesisir Sumpangminangae terbagi atas 3 yaitu
a. Zona I daerah konservasi serta identifikasi daerah Rawan bencana
b. Zona II daerah antara atau daerah penyangga yang cukup bebas dari bencana Tsunami.
c. Zona III merupakan daerah yang bebas Tsunami
Rekayasa ruang yang terjadi pembuatan jalur-jalur evakuasi ke daerah zona aman atau bebas Tsunami, namun masyarakat telah diberikan simulasi awal tentang bagaimana menghadapi Tsunami sehingga dapat memperkecil korban jiwa.



DAFTAR PUSTAKA

Diposaptono, Subandono. 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Buku Ilmiah Populer. Bogor

Permen No.16 Tahun 2008 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare Tahun 2001

Salim, Agus. 2008. Materi Kuliah II. Mitigasi Ruang Pesisir. Jurusan PWK -FST UIN Alauddin. Makassar.

UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

UU No 27 Tahun 2007 Tentang Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE , KOTA PARE-PARE BERBASIS MITIGASI TSUNAMI

LATAR BELAKANG
Daerah Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara In Land dan Up land, yaitu perantara antara Laut dan Daratan hal ini menjadikan pesisir menjadi daerah yang sangat memiliki potensi kawasan yang sangat tinggi baik wisata, Industri, permukiman, dll. Namun disamping itu daerah pesisir merupakan daerah yang melindungi daerah daratan karena sebagai daerah bawah yang melindungi daerah atasnya (daratan).
Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan salah satu wilayah yang kaya akan potensi sumber daya laut, wisata, namun juga potensi akan Gelombang Pasang Tsunami (Agus Hendratno, 2005). Selat Makassar masuk dalam Zona D Sesismotektonik dengan 9 kali kejadian Tsunami dalam kurun waktu 400 tahun belakangan (Latief et al, 2000). Di Sulawesi Selatan, bencana Tsunami pernah melanda Kabupaten Majene (1964), Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba (1904), serta Kabupaten Selayar (1964 dan 1992). Daerah Sumpangminangae merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar di sebelah timur dan masuk dalam Zona D dengan periode ulang Tsunami antara 15-20 Tahun (Subandono, 2007)
Rencana Zonasi Ruang Pesisir di Daerah Sumpangminangae Kota Parepare sebagai bentuk mitigasi untuk menghindari kerusakan ataupun kehancuran yang lebih parah pada daerah pesisir atau Up land atau daerah daratan beserta yang tinggal di dalamnya. Dasar pertimbangan perencanaan dengan melihat fisik kawasan, tata guna lahan serta ruang wilayah secara makro dan Kota secara mikro, yaitu melihat arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare.
TUJUAN
Rencana Zonasi Ruang Pesisir berdasarkan FILOSOFI di atas bertujuan
- Menjaga peradaban baik di darat maupun di laut
- Menjaga keseimbangan antara laut dan darat
- Berusaha bersikap saling menghargai terhadap laut yang memberikan kita sumber daya yang melimpah.

Rencana Zonasi Ruang Pesisir juga bertujuan
- Mengembalikan fungsi asli wilayah pesisir baik sebagai kawasan budidaya serta kawasan lindung
- Meminimalkan atau memperkecil korban jiwa akibat bencana tsunami
- Mencegah kehancuran daerah pesisir akibat bencana tsunami yang menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana vital yang ada di wilayah pesisir.
METODE PENELITIAN
a. Lokasi Penelitian berada di Kawasan Pesisir Sumpangminangae, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare. Sulawesi Selatan.
b. Analisis didasarkan pada kondisi fisik wilayah serta mempertimbangkan arahan wilayah Kota Parepare secara makro serta kawasan Sumpangminangae secara mikro

GAMBARAN UMUM KOTA PAREPARE
Berdasarkan tinjauan astronomi, Kota Parepare terletak antara 3057’39’’-4004’ 49’’ Lintang Selatan dan 1190 36’ 24’’ - 1190 43’ 40’’ Bujur Timur, sedangkan secara geografis terletak di sebelah barat bagian tengah Propinsi Sulawesi Selatan. Kota Parepare terletak di sebelah utara timur laut Kota Makassar yang berjarak tempuh kurang lebih 3 jam perjalanan atau 155 km.
Kota Parepare secara administrasi dan geografis berbatasan dengan beberapa kabupaten sebagai berikut :
 sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang;
 sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap);
 sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru; dan
 sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Parepare dan Selat Makassar.
Kota Parepare memiliki 21 kelurahan di 3 kecamatan (lihat tabel) yang memanjang dari barat ke timur sepanjang Teluk Parepare atau pesisir barat Propinsi Sulawesi Selatan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh wilayah belakang (hinterlandnya), yaitu Kabupaten: Pinrang, Enrekang, Sidrap, dan Barru, yang terletak di sebelah barat ke timur Propinsi Sulawesi Selatan. Luas keseluruhan wilayah kota Parepare yang berjarak 155 km dari Kota Makassar adalah 99,33 km2 atau hanya sekitar 0,16 % dari luas keseluruhan Propinsi Sulawesi Selatan (62.641,39 km2).
Kecamatan dan Kelurahan di Kota Parepare tahun 2006
No. Kecamatan Kelurahan Luas (km2) Persentase (%)
1. Bacukiki
Lumpue
Watang Bacukiki
Lemoe
Lompoe
Bumi Harapan
Sumpangminangae
Cappagalung
Tiro Sompe
Kampung Baru 79,70
4,99
25,52
29,75
11,43
6,16
0,31
0,70
0,38
0,46 80,23
5,02
25,69
29,95
11,51
6,20
0,31
0,70
0,38
0,46
2. Ujung
Labukkang
Mallusetasi
Ujung Sabbang
Ujung Bulu
Lapadde 11,30
0,36
0,22
0,36
0,38
9,98 11,38
0,36
0,22
0,36
0,38
10,05
3. Soreang
Kampung Pisang
Lakessi
Ujung Baru
Ujung Lare
Bukit Indah
Watang Soreang
Bukit Harapan 8,33
0,12
0,15
0,48
0,18
1,19
0,65
5,56 8,39
0,12
0,15
0,48
0,18
1,20
0,65
5,56
Jumlah 99,33 100
Sumber : Kota Parepare dalam Angka Tahun 2007

RONA AWAL KAWASAN PESISIR SUMPANGMINANGAE
Kawasan Pesisir Sumpangminangae merupakan daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar, dengan mencakup 2 daerah Kelurahan yaitu Limpoe dan Sumpangminangae, dengan total luas daerah 5,3 Km2 atau 5,33 % dari luas Kota Parepare. Kawasan ini masuk dalam Kecamatan Bacukiki, sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Cappagalung, sebelah Barat berbatasan Selat Makassar, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Watang Bacukiki, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru. Dapat dilihat pada Peta Administrasi Kawasan Rencana.
Aspek Fisik Wilayah Perencanaan
A. Ketinggian Tempat
Ditinjau dari aspek topografi, Kota Parepare merupakan daerah yang datar sampai bergelombang, dengan klasifikasi yaitu + 80% luas areal merupakan daerah perbukitan dan selebihnya menjadi pusat kota dengan ketinggian + 25 – 500 m dpl. Kawasan Pesisir Sumpangminangae dengan terbagi atas 2 Kelurahan dengan ketinggian pada Kelurahan Limpoe yaitu >700 meter dari permukaan air laut dengan luasan 11,43 Km2, dan kelurahan Sumpangminangae dengan Titik Ketinggian < 500 Meter dari permukaan air laut dengan luasan 0,13 Km2. Dapat dilihat pada peta ketinggian kawasan rencana.
B. Kelerengan
Wilayah Kota Parepare sebagian besar bertopografi tinggi dan bergelombang (tingkat kemiringan 2-40 %), seperti pada umumnya wilayah di bagian timur Propinsi Sulawesi Selatan dan sebagian kecil bertopografi rendah/landai (tingkat kemiringan 0-2 %) pada sebagian kecil bagian baratnya. Kondisi fisik dasar ini sangat mempengaruhi keadaan lingkungan dan permukiman serta sosial ekonomi masyarakatnya. Untuk Wilayah Kawasan Pesisir Sumpangminangae kemiringan tempat yang dominan adalah 0-2 % dan selebihnya 2-30 %. Dapat dilihat pada peta kelerengan kawasan rencana.

C. Tata Guna Lahan
Kota Parepare yang memiliki luas wilayah 9.933 Ha berdasarkan pola pemanfaatan lahannya pada tahun 2006 masih didominasi kawasan hutan yaitu ± 4363,83 Ha atau 43,93% dari luas Kota Parepare. Kondisi tersebut sama pada keadaaan tahun 1999 dan 2000 yang pada umumnya masih tetap didominasi oleh hutan. Sedangkan pemanfaatan lahan untuk permukiman sebagai lokasi hunian bagi penduduk luasnya berkisar 545,10 Ha (5,49%) yang berarti mengalami kenaikan dari luas tahun 1999 yaitu 423,82 Ha (4,26%) dan tahun 2006 yang luasnya 424,00 Ha (4,27%). Untuk lebih jelasnya pola guna lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut
Luas dan persentase Penggunaan Lahan menurut Kondisi
di Kota Parepare tahun 1999, 2000 dan 2006
No Penggunaan Lahan 1999 2000 2006
Luas
(Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%) Luas (Ha) Luas (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 Permukiman
Jasa
Industri
Perusahaan
Kebun/Tegalan
Sawah
Tambak
Rawa
Hutan
Padang Rumput
Jalan /Perhungan
Kolam/empang 423,82
71,78
17,32
59,02
2288
933,9
36,05
1,22
3762,92
2058,15
280,25
- 4,26
0,72
0,17
0,59
23,03
9,40
0,36
0,01
37,80
20,72
2,82
- 545,10
71,90
17,32
59,02
1562,05
932,24
36,65
1,22
4363,83
2058,12
285,55
- 5,49
0,72
0,18
0,60
15,72
9,39
0,37
0,01
43,93
20,72
2,87
- 424,00
71,78
17,32
59,02
1.849,00
933,00
14,00
1,00
4.363,83
1.912,50
285,55
2,00 4,27
0,73
0,17
0,59
18,62
9,39
0,15
0,01
43,93
19,25
2,87
0,02
Jumlah 9.933 100 9.933 100 9.933 100
Sumber: Bappeda Kota Parepare, 2008
DASAR PERTIMBANGAN
a. Data Fisik Wilayah Perencanaan
Dalam hal ini data fisik wilayah sangat penting dalam menzonasi ruang pesisir berbasis mitigasi bencana bagian daratan (up land), seperti data guna lahan, ketinggian dan kelerengan lapangan. Hal ini berfungsi mendeneliasi daerah yang potensi rawan tsunami dan daerah bebas tsunami, sehingga salah satu konsep yaitu evakuasi yang ingin kami terapkan dapat tercover dalam zonasi ruang pesisir ini.

b. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare
Berdasarkan fungsi dan peran yang diemban Kota Parepare secara umum seperti yang diuraikan pada penjelasan terdahulu dikaitkan dengan hasil analisis potensi bagian-bagian wilayah kota (BWK), maka dapat ditentukan fungsi Kawasan Pesisir Sumpangminangae masuk dalam BWK F dengan arahan fungsi utama sebagai Kawasan Industri dan Transportasi Darat, serta Fungsi Penunjang sebagai daerah Rekreasi dan permukiman. Dapat dilihat pada lampiran, Peta Pembagian Fungsi BWK Kota Parepare.
c. Undang-undang Tentang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007
UU Tentang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa penataan ruang sebaiknya berbasis Mitigasi Bencana, demi sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan Penghidupan.

c. Peraturan Pemerintah No. PER.16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

d. Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil No. 27 tahun 2007

PENENTUAN ZONA
Kawasan Pesisir Sumpangminangae, kami bagi atas 3 zona yaitu
A. ZONA I (ZONA KONSERVASI/RAWAN BENCANA/PENYANGGA I)
Zona ini rawan akan bencana Tsunami, dengan ketinggian didominasi 0-7 meter meter dari permukaan air laut, kelerengan 0-3 %, identifikasi Awal sebagai daerah rawan bencana. Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan, Kebun Campuran dan hutan.
Arahan Zona
zona ini di arahkan pada fungsi kegiatan pada daerah pesisir yaitu :
- Pelestarian Tanaman Mangrove sebagai pertanahan fisik alami daerah pesisir, penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai.
- pembangunan tanggul penahan gelombang pasang sebagai pertahanan fisik buatan, daerah Pertambakan,
- Penentuan Sempadan Pantai 125-300 meter dari garis pantai
- Arahan sebagai daerah wisata Bahari merujuk dari RTRWK Parepare
- Arahan tidak di persyaratkan untuk pembangunan perumahan, perkantoran maupun sarana dan prasarana yang sangat vital seperti rumah sakit, pasar, kantor pemerintahan, jaringan listrik, jaringan telepon, dll.
- Menentukan jenis bangunan di daerah pesisir baik itu bagi permukiman nelayan ataupun masyarakat local kawasan tersebut.
- rekayasa ruang dengan pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang lebih tinggi. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.
- dan prasarana daerah pesisir lainnya.

B. ZONA II (ZONA ANTARA/PENYANGGA II)
Zona ini cukup bebas dari gelombang Tsunami, dengan ketinggian 25-500 meter dari permukaan air laut Identifikasi awal Guna lahan yang terjadi di zona ini yaitu permukiman, persawahan dan hutan.
Arahan Zona
- di arahkan pada pembangunan yang sifatnya cukup vital baik sarana dan prasarana maupun arahan untuk budidaya lainnya seperti permukiman, perkantoran, perdagangan, industry dan lain-lain.
- Sebagai daerah wisata dengan status Penyangga II
- Sebagai daerah Permukiman
- Pembangunan jalur Evakuasi ke daerah yang jauh lebih tinggi dan lebih bebas. Daerah ini pada system kelembagaan di syaratkan telah ada system early warming atau pemberitahuan lebih awal serta simulasi rawan bencana sebelumnya.

C. ZONA III (ZONA BEBAS TSUNAMI)
Identifikasi awal Zona ini bebas dari Tsunami, ketinggian dominan > 500 meter dari permukaan air laut, kemiringan lereng 15-40 % hal ini sangat cocok sebagai hunian yang bebas dari tsunami, penempatan sarana dan prasarana vital bagi kota, daerah industry, kantor pusat, militer, daerah perlindungan setempat, dll.
Arahan Zona
- Sebagai Kawasan Lindung Setempat
- Pembangunan sarana vital bagi daerah yang kelerengan < 15 %
- Permukiman serta sarana Vital Perkotaan yang bebas dari gelombang tsunami
- Serta zona evakuasi sebagai tempat atau titik perlindungan dari bencana Tsunami.
- Pembangunan prasarana jalan Evakuasi.

KESIMPULAN
Daerah pesisir Sumpangminangae, merupakan daerah yang sangat beragam secara fisik wilayah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar, serta belum dikembangkan sepenuhnya. Oleh karena itu, pembangunan yang akan dilakukan harus mengikuti Zonasi yang telah direncanakan agar dapat mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana alam seperti tsunami dan dapat memberdayakan masyarakat daerah pesisir yang berprofesi selain nelayan serta menjaga kelestarian laut dan pesisir.
Zonasi kawasan pesisir Sumpangminangae terbagi atas 3 yaitu
a. Zona I daerah konservasi serta identifikasi daerah Rawan bencana
b. Zona II daerah antara atau daerah penyangga yang cukup bebas dari bencana Tsunami.
c. Zona III merupakan daerah yang bebas Tsunami
Rekayasa ruang yang terjadi pembuatan jalur-jalur evakuasi ke daerah zona aman atau bebas Tsunami, namun masyarakat telah diberikan simulasi awal tentang bagaimana menghadapi Tsunami sehingga dapat memperkecil korban jiwa.



DAFTAR PUSTAKA

Diposaptono, Subandono. 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami. Buku Ilmiah Populer. Bogor

Permen No.16 Tahun 2008 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Parepare Tahun 2001

Salim, Agus. 2008. Materi Kuliah II. Mitigasi Ruang Pesisir. Jurusan PWK -FST UIN Alauddin. Makassar.

UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

UU No 27 Tahun 2007 Tentang Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.