Friday, April 17, 2009

Metode Pendekatan Dalam Ilmu Islam & Karakteristik Ajaran Islam : Dalam Bidang Perencanaan Wilayah & Kota





Salah 1 metode Pendekatan dalam Islam yaitu secara Empirik. Dalam hal ini saya Cuma mengambil 2 kategori yaitu
1) Empirical Science, yakni ukuran benar tidaknya adalah dibuktikan secara empirik melalui eksperimen. Sumbernya adalah pancaindera, terutama mata. Mata itu bahasa Arabnya adalah ain, maka disebutlah ainul yaqin . Yang termasuk ke dalam empirical science antara lain kedokteran, fisika, kimia, bilogi, goelogi.
Dalam kaitan Karakteristik Islam dalam Ilmu perencanaan Wilayah dengan menggunakan pendekatan Empirical Science, yaitu bahwa dengan melaksanakan eksperimen atau kajian secara mendalam terhadap wilayah atau ruang secara dapat dengan sadar mampu mendekatkan diri pada yang maha kuasa karena hasil eksperimen kajian perencanaan wilayah dan kota memberikan gambaran bahwa alam diciptakan untuk dimanfaatkan manusia serta untuk dijaga oleh manusia.

Menjelaskan tentang kehidupan sekitar
Agama islam selalu memberikan tentang penjelasan sekitar kita, baik manusia (individu), kelompok (komunitas), social (society), lingkungan, hewan, tumbuhan dan lain-lain. Manusia diharapkan serta diajak untuk memahami agama islam untuk kehidupannya serta kehidupan manusia dan lingkungan di sekitarnya. Ajaran agama islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman baik past and future.


Contoh Ayat tentang Lingkungan Alam

Artinya :Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Menjelaskan Bagaimana kita menghargai Alam
Ajaran agama islam mengajarkan kita untuk menghargai alam disekitar kita. Sehingga alam tidak berbalik memusuhi ataupun melukai manusia. Dalam perencanaan wilayah bagaimana manusia dapat menggunakan sumberdaya yang sebanyak-banyaknya namun tetap harus ditetapkan kawasan lindung, jalur hijau, taman kota, mangrove, cathment area, kawasan bergambut, dll. Untuk tetap menjaga kelestarian alam, baik tanah, udara dan air.

Artinya Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).



2) Rational Science , ialah ilmu yang kebenarannya ditentukan oleh hubungan sebab – akibat. Kalau ada hubungan yang logis disebutlah rational. Sumbernya adalah ratio, maka disebutlah ilmul yaqin. termasuk ke dalam kategori ilmu ini antara lain bahasa, filsafat, matematika.
Dalam kaitan Karakteristik Islam dalam Ilmu perencanaan Wilayah dengan menggunakan pendekatan Rational Science, yaitu bahwa dengan mengkaji sebab akibat dalam sebuah erencanaan dapat menjadi salah satu pendektan dalam mendalami ilmu agama islam. Sebagai contoh perencanaan Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam perencanaan DAS, dari DAS Hulu, DAS Tengah, sert DAS Hilir haruslah terencana dengan baik. Dari hulu, kita diarahkan sebagai konservasi kawasan hutan atau kawasan daerah resapan air, sehingga dibagian hilir tidak akan menjadi banjir ataupun terjadi Run-Off yang berlebihan diakibatkan bagian Hulu yang tidak terawat dan diarahkan dengan baik. Begitupun daerah Hilir dan tengah diusahakan tidak terjadi pendangkalan ataupun sedimentasi dan diarahkan 150 meter sepanjang DAS Tengah dan DAS Hilir sebagai Buffer Zone atau kawasan penyanggga. Hal ini sehingga proses siklus atau daur air kembali kehulu dapat terjadi. Hal ini salah satu contoh sebab-akibat yang mampu mengantarkan kita bahwa betapa besar karunia Allah yang harus kita jaga. Seperti surat berikut ini

Surah Nuh Ayat 12

Artinya Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.

Thursday, April 16, 2009

Pentingnya Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Studi Kasus di Kota Makassar, Sulawesi Selatan)






Abstrak
Wilayah Pesisir dan kepulauan, merupakan wilayah yang kaya akan potensi sumber daya sehingga perlu di kelola serta dikendalikan, agar sumber daya yang terkandung di dalamnya dapat di manfaatkan dengan sebaik mungkin demi kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir pada khususnya dan wilayah upland pada umumnya. Khususnya di Indonesia, dengan letaknya yang sangat strategis yaitu terletak di daerah tropis. Sekitar 75 % dari luas wilayah nusantara merupakan lautan dengan 81.000 Km2 panjang garis pantai Indonesia atau sekitar 14 % dari panjang garis pantai dunia dengan luas lautan sekitar 5,8 juta Km2. Memiliki sekitar 17.000 pulau yang terdiri dari sekitar 1.000 pulau yang berpenghuni dan sekitar 16.000 buah pulau yang tidak berpenghuni (DKP, 2002). Begitu kaya Indonesia akan pulau dan wilayah pesisir memberikan gambaran bahwa sumber daya yang terkandung di dalamnya sangat melimpah. Sehingga perlunya penataan ruang pesisir dan kepulauan di wilayah pesisir sehingga tercipta tata ruang yang serasi, selaras dan seimbang dalam pengembangan serta mengatur hubungan antar fungsi ruang guna tercapainya tata ruang yang berkualitas. Studi kasus di Kota Makassar, pesisir Kota Makassar merupakan wilayah pertumbuhan awal terbentuk dan berkembangnya Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Beberapa pendekatan dalam Makalah ini coba diuraikan berdasarkan studi kasus dengan membahas beberapa langkah-langkah tentang penataan wilayah pesisir, mulai dari rencana, zonasi, manajemen serta rencana tindak atau design. Seperti yang diamanatkan oleh UU No. 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, Pulau-pulau Kecil, Permen No. 16 Tahun 2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Kepemen No. 34 Tahun 2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kata Kunci : Pesisir, Kepulauan, pulau kecil, penataan, ruang

Latar Belakang
Kawasan pesisir pesisir merupakan wilayah perairan laut yang terkait dengan kegiatan budidaya dan wilayah daratan yang berada di belakang garis sempadan pesisir yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan sosial ekonomi di wilayah sempadan pesisir dan perairan laut.
Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, bahwa daerah pesisir di hitung ke daerah darat yaitu dari garis pantai sampai batas administrasi, sedangkan ke laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil ke arah pantai. Sehingga kawasan pesisir merupakan daerah atau kawasan yang kaya akan potensi baik dari sis ekonomi, Wisata, Sumber daya serta potensi besar bencana.
Penataan ruang wilayah pesisir dan laut relatif lebih dinamis dibandingkan dengan penataan ruang wilayah daratan. Dari ketiga aspek yang mempengaruhi penataan ruang, yaitu aspek fisik, sosial dan ekonomi, ketiganya relatif lebih dinamis pada penataan ruang wilayah pesisir.
Aspek fisik pada penataan ruang wilayah daratan hampir tidak berubah selama berlakunya rencana tata ruang, kecuali jika terjadi bencana alam yang merubah secara drastis rupa bumi wilayah perencanaan. Sebaliknya penataan ruang pada wilayah pesisir, perubahan aspek fisik harus diperhatikan secara khusus, karena wilayah pesisir merupakan bentang alam yang senantiasa berubah akibat intensifnya gaya-gaya di daratan dan di lautan. Di samping akibat gaya-gaya yang bersifat alamiah tersebut, wilayah pesisir dapat pula berubah akibat perbuatan manusia, proses reklamasi dan lagunisasi merupakan dua contoh yang mulai banyak terjadi di Indonesia.
Dilihat dari aspek ekonomi, wilayah pesisir juga mengakibatkan perubahan yang sangat cepat pada nilai atau opportunity cost dari lahan pesisir. Kebutuhan pengembangan pelabuhan akibat membengkaknya arus perdagangan, kebutuhan lahan untuk pengembangan Water Front City akibat bertambahnya jumlah penduduk yang berpendapatan menengah ke atas yang menuntut adanya lokasi permukiman yang lebih berkualitas, pengembangan tambak akibat kenaikan permintaan ikan/udang di pasar dunia, eksploitasi lahan pesisir menjadi tambang galian C akibat berbagai kepentingan dalam kebijakan peningkatan pendapatan, merupakan empat contoh klasik dari dinamika perekonomian yang memiliki dampak yang cukup besar terhadap penataan ruang wilayah pesisir.
Dilihat dari aspek pariwisata, kawasan pesisir merupakan kawasanyang sangat potensial sebagai daerah wisata dengan vista (water body) yang cantik, tipologi daerah yang menarik, serta udara dan pemandangan (view) yang sangat mendukung. Begitupun dengan aspek sumberdaya, 12 mil ke arah perairan merupakan daerah tangkapan ikan atau sumber daya perikanan serta rumput laut yang sangat melimpah. Terumbu karang juga sebagai objek wisata pesisir yang sangat langka dan sangat menarik secara internasional.
Dilihat secara potensi bencana, daerah pesisir Indonesia 70 % dapat dikatakan seluruhnya adalah daerah rawan bencana tsunami, serta rawan gempa. Hal ini disebabkan pesisir Indonesia diapit oleh 3 lempeng besar yaitu lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Lempeng Pasifik, sehingga ketika salah satu lempeng dengan lempeng bersentuhan atau saling bergeser maka akan terjadi gempa bawah laut yang membuat terjadinya Tsunami. Bencana lainnya dapat berupa abrasi air laut yang dapat menghancurkan tepi pantai. SLR (sea Level Rise) atau kenaikan muka air laut akibat Global Warming.
Dalam konteks ini, penataan ruangwilayah pesisir agar kawasan pesisir dan kepulauan dapat menjadi kawasan yang sangat strategis serta kawasan yang mampu memberikan pendapatan di daerah belakangnya. Khususnya di Kota Makassar, perkembangan Kota Makassar berawal dari pesisir Kota Makassar, sehingga perlu pengelolaan serta pengendalian secara prinsip yang mampu mempertahankan nilai historis, nilai fisik lahan, nilai wisata, nilai ekonomi, serta nilai social yang terkandung di dalam kawasan pesisir Kota Makassar.

Pengertian Ruang Pesisir
Wilayah pesisir menurut UU 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil pasal 1 mengantakan bahwa Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Wilayah pesisir menurut UU ini bahwa dari garis pantai sampai batas administrasi, sedangkan ke laut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil ke arah pantai. Wilayah pesisir sebagai wilayah homogen adalah wilayah yang memiliki sumber daya yang memproduksi ikan, namun juga bias dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya yang tergolong di garis kemiskinan, sebagai wilayah Nodal, wilayah pesisir seringkali sebagai wilayah belakang, sedangkan daerah perkotaan intinya (Sugeng, 2005).
Kawasan pesisir meliputi wilayah daratan yang terkait pada wilayah perairan maupun wilayah laut berppengaruh terhada wilayah daratan dan tata guna tanah. Di luar dari batas dari kawasan pesisir dan laut yang dimaksud itu mungkin saja mencerminkan interaksi antara pesisir dan laut, tetapi dapat pula tidak terjadi interaksi pesisir dan laut. Pada kawasan pesisir terdapat banyak penduduk dan pusat-pusat transportasi, tempat pendaratan ikan, kegiatan pertanian yang penting, industry (usaha) di bidang perikanan dan pariwisata, serta menempatkan kawasan tersebut merupakan struktur lahan yang penting untuk lkasi barbagai fasilitas (prasarana dan sarana) pelayanan umum (ekonomi dan sosial).
1. Batasan kawasan pantai (pesisir) dan perairan laut
Kawasan pesisir meliputi wilayah daratan yang terkait pada wilayah perairan maupun wilayah laut berpengaruh terhadap wilayah daratan dan tata guna tanah. Di luar dari batas dari kawasan pesisir dan laut yang dimaksud itu mungkin saja mencerminkan interaksi antara pesisir dan laut, tetapi dapat pula tidak terjadi interaksi pesisir dan laut. Pada kawasan pesisir terdapat banyak penduduk dan pusat-pusat transportasi, tempat pendaratan ikan, kegiatan pertanian yang penting, industry (usaha) di bidang perikanan dan pariwisata, serta menempatkan kawasan tersebut merupakan struktur lahan yang penting untuk berbagai fasilitas (prasarana dan sarana) pelayanan umum (ekonomi dan sosial).
Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumber daya alam. Pesisir pantai dan habitat (hutan bakau, estuary, daerah tambak, terumbu karang, rumput laut, delta dan lainnya) merupakan daerah yang produktif secara bilogi tetapi mudah mengalami degradasi karena peristiwa alamiah. Kawasan pesisir telah mensupport sebagian besar penduduk dunia karena peranannya di bidang ekonmi dan budaya, kawasan pesisir diharapkan akan menampung pertumbuhan penduduk pada masa depan. Beban peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan pembangunan yang membawa dampak peningkatan polusi, berkurangnya habitat (jenis ikan dan satwa,) erosi pesisir/pantai, intrusi air asin/laut, dan dampaknya terhadap peningkatan permukaan laut.

Pendekatan System untuk Perencanaan Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Pengelolaan kawasan pesisir dan lautan dilakukan secara terpadu, meliputi kawasan daratan dan kawasan lautan, mencakup berbagai sector yang berbeda, menyangkut interaksi pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan serta kegiatan dan perilaku sumberdaya manusia, yang mempunyai berbaga aspek (Phisik, biologi, kimia, ekonomi-sosial, kelembagaan dan lainnya) dan seringkali menyangkut kepentingan dari wilayah administrasi yang berbeda.
Dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan diperlukan partisipasi pakar-pakar dari berbagai bidang ilmu (marine scientist, ecologist, social scientist, lawyer, engineer, economist, agronomist, architect, dan lainnya) yang masing-masing mempunyai pendekatan yang berbeda, masing-masing berupaya untuk mempertahankan kedaulatan intelektualnya. Suatu system general kerangka dasar teori dapat melunakkan hambatan-hambatan tersebut. Pendekatan yang dikembangkan adalah inter-disciplinary approach.
Dalam suatu pendekatan multi-disiplin, suatu persoalan diinvestigasi dan dianalisis dengan cara membagi kedalam persoalan-persoalan disiplin dan profesi masing-masing dan pemecahannya secara independen. Solusi akhir merupakan agregat dari solusi-solusi secara terpisah. Pada umumnya perencanaan multi-disiplin sangat kurang memuaskan.
Dalam suatu pendekatan inter-disiplin, suatu persoalan dipecahkan secara menyeluruh oleh disiplin-disiplin yang berbeda-beda yang dilakukan dengan bekerja bersama-sama. Cara ini menghasilkan sistesis pengetahuan dalam ilmu, teknologi dan humaniora. Integrasi disipin-disiplin menghasilkan sintesis metoda dan pengetahuan yang lebih luas dan hasilnya biasanya lebih sempurna dan merupakan solusi yang dapat dikerjakan (workabel).
Perencanaan kawasan pesisir dikerjakan oleh departemen-departemen pemerintah secara nasional (dapat pula) dibantu oleh international agencies dan pemerintah daerah setempat.
Metode ilmiah yang paling resen adalah “pendekatan sistem”. Dalam pemecahan masalah dimaklumi pentingnya analisis isu-isu secara terpisah, namun menekankan suatu pandangan yang sempurna dari semua isu atau system terlibat. Dengan perkataan lain, pendekatan system digunakan untuk melihat/meneliti hal-hal secar bersama-sama melalui sintesis. Ackoff (1974) mengatakan bahwa kita berada dalam permulaan Abad Sistem. Aplikasi pendekatan system untuk perencanaan sebenarnya bukan hal baru. Peter (1976) menyatakan bahwa dari sejarah manusia telah mengerjakan observasinya (ke) dalam system.
Dalam konteks kawasan pesisir dan lautan, planning, design, dan management process adalah penting. Planning, design dan management process adalah interactive dan independent
• Planning : adalah suatu proses yang berurusan dengan suatu system persoalan-persoalan, yang dilihat dari perspektif “holistik” atau total, dengan maksud menentukan solusi secara rasional terhadap persoalan-persoalan tersebut. Suatu contoh perencanaan adalah pengembangan suatu strategi untuk mensurvei suatu daerah dengan maksud memiliki lokasi taman laut atau pengembangan rencana pengawasan.
• Designe : adalah suatu proses yang diturunkan (berasal) dari planning dalam mana solusi solusi-solusi diuji dan /atau diimplementasikan secara kreatif. Contohnya adalah desain arsitektural dari suatu pusat taman regional untuk mengatur kunjungan para pengunjung.
• Management : adalah suatu proses untuk mengontrol dan mengarahkan solusi yang telah dirancang. Contohnya adalah implementasi program pengawasan untuk monitor, mengatur atau mengontrol untuk menunjang pencapaian sasaran planning dan design.
Unsur penting lainnya dalam proses planning adalah penggunaan peralatan perencanaan yang dapat dipakai. Beberapa dari banyak peralatan dan teknik yang dapat dipakai untuk marine park (taman laut) misalnya, meliputi : mapping (yang digambar denag tangan atau metode komputer), remote sensing (pengindaraan jarak jauh) melalui satelit dan interpretasinya, cross-section dan skeetchees, interpretasi bawah air, photodan film, kamera televise bawah air, sonar, dan electronic display sceens.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir dan laut telah mendapat perhatian yang semakin penting oleh sebagian besar Negara-negara yang mempunyai pantai luas/panjang. Terdapat kecenderungan bahwa wilayah pantai mengalami kerusakan karena factor dalam (abrasi) atau akibat dari ulah manusia yang sengaja atau tidak sengaja merusak lingkungan.
Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kawasan pesisir dan laut menyangkut pendekatan multi-disiplin dan inter-disiplin, melibatkan pakar-pakar dari berbagai idang ilmu. Dalam konteks kawasan pesisir laut itu, planning, design, dan management adalah bersifat interactive dan interdependent.
Indonesia sebagai negara maritime yang terbesar di dunia yang berarti memiliki pantai/pesisir terpanjang, merupakan tuntutan dan kebutuhan untuk menyempurnakan pengelolaan kawasan pesisirnya, dengan demikian diharapkan pemanfaatan sumberdayanya dapat terlaksana lebih efektif dan efesiens, dapat secara produktif dan optimal dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan, yang berwawasan lingkungan perlu dukungan peningkatan pengetahuan dan keterampilan para perencana pembangunan dan perumus/pembuat kebijakan pembangunan serta diperlukan pula dana dan kesadaran masyarakat menjaga kelestarian lingkungan terutama pada kawasan pesisir dan laut disamping peraturan perundang-undangan untuk mengurangi/membatasi dilakukannya tindakan-tindakan yang negative terhadap kelestarian lingungan.
Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Kota Makassar
Pesisir Kota Makassar merupakan kawasan awal pertama kali tumbuh serta berkembangnya pesatnya Kota Makassar. Hal ini dikarenakan pelabuhan dan benteng Fort Rotterdam yang menjadi kunci pertumbuhan perdagangan, perekonomian, dll. Wilayah Kota Makassar dengan luas 175,77 km2, dengan Pertumbuhan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil di Kota Makassar seiring dengan pertumbuhan ekonomi maritime Kota Makassar, namun lambat laun akibat pergeseran aktivitas, kebutuhan ruang, serta ekspansi masyarakat sehingga daerah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar ditinggalkan sehingga sekarang menjadi daerah kumuh, terbelakang, pinggiran, Pheri-pheri dan menjadi buangan kotoran atau limbah masyarakat kota ke wilayah pesisir dan Pulau Kecil di Makassar.

Sumber : RTRW Kota Makassar, 2005
a. Kondisi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kota Makasar
Kedalaman perairan pantai Kota Makassar disekitar dermaga Soekarno-Hatta menunjukan kedalaman yang bervariasi antara 9 – 17 m yang secara umum di bagian utara cenderung menjadi lebih dalam, dengan garis kontour sejajar garis dermaga. Daerah laut yang terdalam terdapat pada jarak 650 m dari dermaga dengan kedalaman hingga 17 m.
Disekitar sungai Janeberang secara umum memperlihatkan topografi yang landai dengan kemiringan lereng 0 – 15° dengan kedalaman 0 – 20 m sepanjang 750 m ke arah laut. Perairan yang tepat berada di depan muara sungai Janeberang mempunyai kemiringan lereng 30 – 40° dengan kedalaman 0 – 20 m.
Penelitian mengenai tipe pasang surut dipesisir kota Makassar dilakukan di tiga tempat, yaitu di Pantai Tanjung Alam, Pantai Barombong dan di muara Sungai Jeneberang. Tipe pasang surut di Pantai Tanjung Alam adalah campuran condong ke harian tunggal, dengan bentuk topografi dasar laut landai, pasang surut yang ditemukan di Pantai Barombong adalah tipe campuran mendekati semidiurnal dan juga dikategorikan sebagai pantai landai, sedangkan tipe pasang surut di muara Sungai Jeneberang yaitu tunggal.
Data meteorologi mengenai arah angin pembangkit ombak dan arus bertiup dari arah Barat Daya, Barat, Barat Laut dan Utara. Kecepatan angin yang dominan terjadi adalah 8,0 – 10,7 m/detik (64 %). Arus yang terjadi cenderung bergerak ke utara menyusur pantai. Kecepatan rerata arus permukaan 0,058 m/s. Kecepatan rerata arus estimasi 0,94 m/detik maksimum pada musim barat. Di pantai Tanjung Alam memiliki perairan tenang hingga berombak terukur 0,14 – 0,25 m dengan periode rata-rata 4,5 – 5,3 detik, hasil estimasi ombak menunjukkan bahwa tinggi ombak bervariasi antara 0,44 – 2,24 m dengan periode antara 2,57 – 6,67 detik dan maksimum pada musim barat. Adapun kecepatan arus di pulau Barrang Lompo serta perairan di sekitarnya berkisar antara 0,01 – 0,33 ± 0,05 m/detik.
Sebaran sedimen yang lain datang dari sungai Tallo dengan debit alir 143,07 liter/ detik. Kecepatan sedimentasi sungai Tallo yang bermuara di pelabuhan Paotere berkisar antara 29,6 hingga 76,1 cm dengan rata-rata kecepatan sedimentasi 52,85 cm/tahun. Lambatnya kecepatan aliran sungai Tallo dengan laju sedimentasi yang cukup tinggi, menimbulkan kecen-derungan mengalami perubahan alur membentuk meander. Ditambah dengan kondisi kemiringan yang landai (1/10.000) dan pasang surut air laut yang dapat menjalar hingga jarak 20 km, maka kecepatan sedimentasi seperti ini menjadi rawan bagi daerah pelabuhan Paotere, pemukiman termasuk Kawasan Industri Makassar.
Pada pantai Kota Makassar khusus-nya pantai Losari sudah didapati kandungan limbah yang berasal dari terurainya bahan-bahan organik yang berasal dari limbah rumah sakit, rumah tangga, perhotelan, dan pedagang kaki lima. Hal ini menurunkan kualitas air yang secara fisik ditandai dengan perubahan warna air laut dan bau yang tak sedap.
Pada kawasan pesisir pantai Kota Makassar, dapat diidentifikasikan tiga komponen ekosistem, yaitu ekosistem estuari, mangrove, dan terumbu karang.
Ekosistem estuari berada di muara sungai Janeberang dan aliran pasut. Sifat khas ekosistem ini adalah suatu ekosistem yang merupakan pertemuan dan pencampuran antara perairan air tawar dengan perairan laut. Sifat khas lainnya senantiasa berasosiasi dengan bentuk-bentuk lahan pesisir seperti delta, mangrove, dan lainnya. Dari kedua ekosistem estuari yang ada, yaitu estuari Janeberang lebih banyak dipengaruhi oleh suplai material sedimen dan air tawar, sedangkan pada saluran pasut Tallo, media ekosistemnya memanfaatkan hampir sepanjang saluran tersebut. Kawasan-kawasan genangan Tallo semakin menjauh dari muaranya dan semakin banyak ditumbuhi oleh vegetasi nipah hingga kawasan-kawasan pengaruhnya.

Ekosistem mangrove banyak dipengaruhi oleh ekosistem estuari sehingga keberadaannya di pantai Kota Makassar berasosiasi dengan ekosistem tersebut. Lokasinya di delta dan muara sungai Janeberang serta saluran pasut Tallo. Keberadaannya tidak tergantung semata terhadap suplai air tawar semata, tetapi juga oleh air laut yang dijumpai sepanjang garis pantai kecamatan Biringkanaya dan spit Tanjung Bunga. Pada tahun 80-an masih
sering dijumpai ekosistem mangrove yang lebat dan subur.
Ekosistem terumbu karang pada umumnya terdapat si sekitar gugus pulau Sangkarang, yaitu pulau Baranglompo, Samalona, Gusung, Kodingareng, Lae-lae, Kahyangan, dan lainnya. Selain itu juga didapati pada perairan dangkal di gusung Tuara, Lara, Trambanusa, Panyoa, Boni, dan lainnya. Ekosistem terumbu karang yang hidup relatif dekat dengan daratan Kota Makassar adalah pulau Lae-lae, Kahyangan, gusung Panyoa, Trambanusa, dan Boni. Sebagai ekosistem, karang merupakan organisme utama pembentuk struktur dasar terumbu, ikan dan sejenisnya dalam jumlah dan spesies yang beragam merupakan organisme besar dan mencolok serta organisme lain yang berasosiasi dengan terumbu karang membentuk suatu ekosistem yang
paling beraneka warna ragam hayati di lautan.
b. Potensi Tsunami di Sekitar Selat Makassar
Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan atau selat Makassar salah satu wilayah yang kaya akan potensi sumber daya laut, wisata, namun juga potensi akan Gelombang Pasang Tsunami (Agus Hendratno, 2005). Selat Makassar masuk dalam Zona D Sesismotektonik dengan 9 kali kejadian Tsunami dalam kurun waktu 400 tahun belakangan (Latief et al, 2000). Di Sulawesi Selatan, bencana Tsunami pernah melanda Kabupaten Majene (1964), Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba (1904), serta Kabupaten Selayar (1964 dan 1992). Kota Makassar merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan selat Makassar di sebelah timur dan masuk dalam Zona D dengan periode ulang Tsunami antara 15-20 Tahun (Subandono, 2007)

Sumber : Subandono, 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami

Konsep Penataan Ruang dan Pengelolaan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kota Makassar
Berdasarkan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Permen No. 16 Tahun 2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dengan bagan strategi Perencanaan berhirarki seperti gambar di bawah ini

Sumber : DKP, 2008
a. Renstra (Rencana Strategis)
Menurut UU 27 Tahun 2007, Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. Dalam hal ini Rencana Strategis muatannya adalah
a. Arah kebijakan
b. Isu yang berkembang
c. Kelembagaan
d. Kordinasi
e. Target Kinerja
Sehingga dalam hal ini perencanaan wilayah pesisir secara nasional dapat diambil kebijakan bahwa di suatu wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah ditentukan kebijakan, kelembagaan serta rencana strategis apa yang dapat diterapkan. Kota Makassar dalam masuk dalam struktur pola ruang Pulau Sulawesi sebagai Kawasan Andalan Makassar dan Sekitarnya dan Pelabuhan Soekarno Hatta di Kota Makassar dalam Struktur Ruang Pulau Sulawesi Sebagai Pelabuhan Utama Primer.

Sumber : www.pu.go.id
b. Zonasi Wilayah Pesisir
Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem pesisir (UU No 27 Thn 2007). Rencana Zonasi membuat suatu jaringan/kisi-kisi spasial diatas lingkungan pesisir dan laut. Rencana ini memisahkan pemanfaatan sumberdaya yang saling bertentangan dan menentukan yang mana kegiatan-kegiatan dilarang dan diijinkan untuk setiap zona peruntukan. Suatu upaya untuk menciptakan suatu keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan pembangunan dan konservasi (Subandono, Renzon, 2008) Tujuan Zonasi wilayah pesisir untuk mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya, serta untuk memandu pemanfaatan jangka panjang, pembangunan dan pengelolaan sumberdaya didalam rencana wilayah rencana
Prinsip Zonasi menurut Subandono (2008)
• Skema zonasi hendaknya mudah difahami dan dilaksanakan sesuai dengan ketersediaan dana, aspek tehnik, dan sumberdaya manusia
• Sesuai dengan tujuan pembangunan daerah
• Semaksimal mungkin mempertahankan existing kegiatan yang sudah ada apabila dianggap sudah rasional dan kompatibel
• Berdasar pada konflik & prioritas yg akan ditangani
• Perlu adanya kawasan kontigensi untuk kepentingan dimasa mendatang

Sumber : RenZon, Subandono, 2008.
Zonasi menurut Kepmen 34 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yaitu zonasi atau pemintakan wilayah atau kawasan yang berisi :
a. Kawasan lindung
b. Kawasan budidaya
c. Kawasan berikat (maritime berikat)
d. Kawasan pemanfaatan
e. Kawasan tertentu
f. Alur pelayaran
Kota Makassar dapat dibedakan beberapa zona, mulai dari zona pemanfaatan untuk Kawasan perlindungan setempat baik alami maupun buatan, Ekonomi, wisata, pelabuhan internasional, Perdagangan, estuaria di daerah muara Jeneberang dan zonasi daerah terumbu karang di gugus pulau kecil di sekitar Kota Makassar.
c. Rencana Detail/Aksi (Action Plan)
Di Kota Makassar yang padat akan penduduk, bangunan, serta aktivitas memungkinkan kita untuk merencanakan secara detail daerah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kota Makassar. Berdasarkan Kepmen 34 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, detail Plan memuat massa bangunan/kegiatan dan sarana prasarana dengan tingkat kedalaman peta rencana 1:1000.
Pada detail plan rumusan atau kajian berdasarkan empat variable yaitu Secara teknis aspek yang harus dikaji adalah sebagai berikut:
a. Tata Ruang
Menyangkut pengembangan ruang yang lebih operasional teru¬tama fisik dalam rangka menunjang terbentuknya struktur dan pola penggunaan ruang. Kajiannya akan didasarkan pada kemampuan teknis fisik dasar maupun teknis artifisial.
b. Infrastruktur
Menyangkut penilaian terhadap jaringan, pola dan kebu¬tuhan pengembangan dari prasarana jaringan jalan dan utilitas. Infrastruktur ini akan banyak mempengaruhi kualitas lingkungan, baik lingkungan perumahan maupun lingkungan fungsional lainnya. Khususnya infrastruktur di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung kegiatan atau aktivitas sekitar.
c. Kerekayasaan
Menyangkut penilaian terhadap kondisi fisik dasar, dalam kaitannya dengan pengembangan infrastruktur, baik itu jaringan jalan, jaringan utilitas, maupun bangunan dari penilaian ini diharapkan dapat menyusun pradesign dari jaringan jalan, jaringan utilitas, maupun bangunan.
d. Estetika
Menyangkut penilaian terhadap aspek buatan manusia dan alam. Penilaian aspek buatan manusia sebagai dasar mengenali ciri sosial budaya masyarakat, mengidentifikasi kualitas lingkungan secara keseluruhan. Dalam pengembangannya diharapkan dapat memanfaatkan faktor alam, seperti pepohonan, taman-taman/ruang terbuka dan lain-lain yang disesuaikan dengan pola tata ruang yang diren¬canakan.
d. Pengelolaan Terhadap bencana/Mitigasi Bencana
- Mitigasi
Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 27 Thn 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil). Mitigasi dapat diartikan secara sederhana upaya fisik dan nonfisik untuk mengurangi dampak bencana. Dalam hal ini UU No. 26 Thn 2007 Tentang Penataan Ruang dikatakan bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana
sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan
penghidupan. Sehingga dalam perencanaan penataan ruang dalam hal ini pengelolaan wilayah pesisir sangat menekankan pada aspek mitigasi, agar mampu mengelola sumber daya wilayah pesisir. Penyelenggaraan mitigasi bencana Wilayah Pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 UU No. 27 Thn 2007 dilaksanakan dengan memperhatikan aspek:
- sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat;
- kelestarian lingkungan hidup;
- kemanfaatan dan efektivitas; serta
- lingkup luas wilayah.


- Manajemen Bencana
Ibarat sebuah siklus, pengelolaan bencana gempa dan tsunami itu mulai dari pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi),

Gambar Siklus Manajemen Bencana
Sumber : Subandono, 2007. Hidup Akrab dengan Gempa dan Tsunami
- Prinsip Mitigasi di wilayah Pesisir
Menurut Subandono (2008) 3 prinsip dalam memitigasi, dalam hal ini s wilayah pesisir dan pulau kecil di Kota Makassar yaitu
a. Prinsip Adaptasi Akomodatif
Pada prinsip ini, seluruh guna lahan yang berada di daerah pesisir beralih fungsi, dengan lebar sempadan pantai minimal 150 – 300 meter. alih fungsi ini di maksudkan untuk mengamankan guna lahan daerah pesisir. contoh rumah-rumah yang di daerah pesisir yang menggunakan rumah batu biasa disyaratkan rumah panggung 2 lantai, sawah di tepi pantai di alih fungsikan tambak, dsb.

b. Prinsip Adaptasi Protektif Alami Serta Buatan
Pada prinsip ini arahan pertahanan Fisik alami dengan penanaman pohon bakau, hutan pantai, pohon nipah, pohon api-api serta tanaman-tanaman yang berakar kuat yang mampu menjadi penahan gelombang Tsunami. adapun secara buatan dengan pembuatan breakwater, seawall, sand nutrition, dll. Serta sistem peringatan dini dengan Buoy Radar, dsb.

c. Prinsip Adaptasi Mundur
Pada prinsip ini seluruh guna lahan yang berada di daerah pesisir Makassar dimundunkan digusur atau di relokasi minimal 150-300 meter dari garis pantai.















Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo. 2008. Kawasan Pembangunan Semeja. Graha Ilmu : Yogyakarta
Adisasmita, Rahardjo. 2008. Pembangunan Kelautan dan Kewilyahan. Graha Ilmu : Yogyakarta
BAPPENAS, World Bank, Departemen Dalam Negeri RI, dan Departemen Kelautan dan Perikanan RI. 2004. Bahan Sosialisasi Nasional Marginal Fishing Community Development Pilot. Jakarta.
Bencana Tsunami (Bahan Presentase Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil). DKP : Jakarta
Budiharsono, Sugeng. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita : Jakarta
Buku Saku Kota Makassar.2007. www.kotamakassar.go.id
Dahuri, Rokhmin dkk. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita : Jakarta
Departemen Kelautan dan Perikanan. 12 Buku Petunjuk Teknis Perencanaan Wilayah Pesisir dan Laut : Jakarta
Diposaptono, Subandono dkk. 2007. Hidup Akrab Dengan Gempa dan Tsunami. DKP : Jakarta
Diposaptono, Subandono dkk. 2008. Renzon Berbasis Mitigasi (Bahan Presentase Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil). DKP : Jakarta
Kepmen No 34 Tahun 2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kusnadi. 2006. Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Humaniora: Bandung.
Laporan Pendahuluan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kota Lama Makassar. PU : Sulawesi Selatan
Latief, Hamzah dkk. 2008. Zonasi Wilayah Pesisir Berbasis Mitigasi. DKP: Jakarta
Mulyadi.2007. Ekonomi Kelautan.PT Raja Graffindo Persada: Jakarta
Permen 17 Tahun 2008 Tentang Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Permen 17 Tahun 2008 Tentang Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Rais, Jacub dkk. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. Pradnya Paramita : Jakarta
Subri, Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Taufiq, Tuhana. 2007. Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami. Global Pustaka Utama : Yogyakarta
UU 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
UU 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Rangkuman

Kota
Ciri-ciri
- Penduduk sangat padat
- Mata pencarian bukanlah agraris
- Individualitik
- Sarana dan Prasarana lengkap
- Kegiatan ekspor impor barang dan jasa
Pedesaan
Ciri-ciri
- Perbandingan tanah dengan manusia (man land ration) yang besar
- Lapangan kerja agraris (pertanian, perkebunan, holtikultura)
- Hubungan penduduk akrab (kekerabatan, gotong royong)
- Sifat menurut tradisi
- Kadang bersifat otonomi
Wilayah
Adapun pengertian wilayah menururt Undang-Undang Tata Ruang no. 26 tahun 2007 yang menyatakan bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Kawasan
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Adapun beberapa pengertian kawasan secara spesifik yaitu sebagai berikut :
- Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
- Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Selain itu, dikenal kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan-kawasan tertentu yaitu :
- Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
- Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
- Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
- Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.
- Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.
- Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
- Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
- Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

Lingkup Teritorial
- Perencanaan Wilayah (Regional Planning) ; pengertian & batasan geografis (wilayah aliran sungai/WAS/DAS, dsb)
- Perencanaan Daerah (Local Planning) ; pengertian & batasan kewenangan administrative (provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, dsbnya)
- Perencanaan Kawasan (Zone Planning); pengertian & batasan fungsional (kawasan industri, permukiman, dsbnya)

Perencanaan adalah suatu untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan di masa mendatang yang lebih baik, dengan mempertimbangkan usaha-usaha pemanfaatan segala sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif dengan memperhatikan kendala maupun keterbatasan yang ada untuk dapat mencapai tujuan tersebut secara berkelanjutan.
Perencanaan dapat dikaitkan dengan upaya atau usaha merumuskan keinginan dan cita-cita, sehingga perencanaan dapat diartikan mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Perencanaan menurut Wingo, 1969 ; Faludi, 1973 ; McLoughin, 1971 ; Lichfield, 1973 mengandung hakikat :
- Tujuan yang lebih baik di masa akan datang
- Adanya Sumber Daya ( alam, modal, manusia, dan informasi)
- Adanya limitas dan kendala (limitations dan constraints)
- Efisiensi dan keefektifan
Perencanaan merupakan aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakana pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada.
Perencanaan adalah
- Pemikiran hari depan
- Pengelolaan
- Pembuatan keputusan yang terintegrasi
- Prosedur formal untuk memperoleh hasil nyata, dalam berbagai bentuk keputusan menurut sistem yang terintegrasi.
Sehingga fokus perencanaan yang dapat dipetik atau topik perencanaan (dirangkum dengan hasil pertemuan I, MK Teori Perencanaan II, Dr. Ir. Umar Mansyur, M.T.) sebagai berikut :
a. Perencanaan memberikan perubahan, pencapaian maksud/tujuan, pada masa yang akan datang
b. Menganalisis, mengontrol perubahan akibat faktor eksternal maupun internal.
c. Kesinambungan kebijakan, serta terintegrasinya keilmuan dalam menganilisis faktor pembatas (treshold) dan
d. Meminimalkan resiko sehingga berhasil efektif dan efisien.

Kajian Komunitas Nelayan Pesisir Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar

Abstrak Makalah
Makalah ini mengkaji Komunitas Nelayan di Kota Makassar salah satu komunitas cukup memprihatikan di kota Makassar. Keberadaan komunitas tersebut dilihat berdasarkan penghasilan, asal muasal sehingga menetap sebagai nelayan, serta kehidupan social lainnya. Dan pada akhirnyadi akhir makalah ini beberapa kesimpulan yang mampu memberikan salah satu masukan progam baik jangka pendek maupun jangka menengah kepada pemerintah yang mampu memberikan impuls sehingga terjadi pembangunan yang partisipatif dan komprehensif.

A. Latar Belakang
Paradigma baru pembangunan Indonesia berbasis kelautandidasari atas pemikiran mengenai kondisi, potensi, peluang dan permasalahan pembangunan kelautan yang ada, selain itu juga didasari atas kerangka pertimbangan pembangunan nasional. Pembangunan berbasis kelautan sudah saatnya dijadikan focus utama dan prioritas pembangunan. Hal ini mengingat sumberdaya kelautan Indonesia sangat berlimpah, dan industry kelautan pun mempunyai keterkaitan yang kuat dengan industry lainnya. Sumber daya di sector kelautan sangat mumpuni dalam hal membiayai ataupun memberikan konstribusi yang sangat melimpah bagi pertumbuhan bangsa atau Negara Republik Indonesia.
Sumber daya ini menjadi incaran semua pihak, element masyarakat, swasta, pemerintah, dll yang siap mengeruk hasil kekayaan laut yang begitu melimpah. Sebagian besar berusaha memanfaatkannnya untuk kemaslahatan ummat namun tidak sedikit pula yang menggunakan kekayaan tersebut untuk kepentingan diri sendiri.
Sumber daya laut serta daerah pesisir banyak di geluti oleh komunitas di pinggir pantai yang biasa dikenal dengan komunitas nelayan. Nelayan adalah suatu kelompok yang hidupnya tergantung pada langsung pada hasil laut. Mereka umunya tinggal di pingiran pantai, sebuah lingkungan yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003 dalam Mulyadi, 2007). Sesungguhnya nelayan bukanlah suatu entitas tunggal mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemelikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu Punggawa atau pemilik kapal, modal serta alat tangkap lainnya, Papalele atau disebagian tempat disebut parewa atau nelayan yang memiliki perahu serta alat tangkap sendiri namun menangkap ikan secara perorangan saja. Sedangkan sawi atau nelayan buruh, nelayan yang tidak memiliki kapal maupun perahu, keterbatasan alat tangkap, serta bekerja atas suruhan orang lain.
Beberapa tempat di Kota Makassar banyak daerah-daerah yang ditempati bermukim oleh para nelayan contohnya di Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate, di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, hingga di tempat atau daerah kajian penulis di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar.
Kajian social budaya setempat penting untuk melihat kebiasaan, kultur, serta sifat atau symbol yang muncul di komunitas sehingga pembangunan ataupun pengelolaan bagi masyarakat nelayan yang dapat dikatakan kurang atau rendah dapat dilakukan guna kelangsungan hidup mereka dengan tetap menggunakan sumberdaya alam laut yang menjadi kebutuhan serta hidup mereka sehari-harinya.

B. Komunitas Nelayan Kelurahan Untia
Komunitas dapat diartikan kelompok atau perkumpulan yang memiliki persamaan budaya, ras, bahasa, tujuan, visi, misi dan lain sebagainya. Sehingga komunitas nelayan dapat diartikan bahwa perkumpulan atau kelompok nelayan yang memiliki perkejaan sama yaitu menangkap ikan dengan laut sebagai tempat kerja atau mencari penghasilannya.
Kelompok-kelompok nelayan biasanya tinggal di daerah di sepanjang garis pantai serta rumah atau permukimannya selalu secara linear mengikuti pola garis pantai. Pda daerah kajian, terlihat permukiman nelayan Kelurahan Untia menghadap laut dan mengikuti pola garis pantai atau terdistribusi linear sepanjang garis pantai . Hal ini disebabkan kebiasaan warga nelayan menganggap laut sebagi sumber penghidupan sehingga pantang untuk membelakanginya.
Asal muasal para nelayan tersebut masuk ke Kota Makassar yaitu karena di daerah asalnya atau daerah tempat tinggal sebelumnya di pulau Lae-lae kira-kira 3-5 Km dari Kota Makassar dengan menggunakan kapal penyebrangan, terjadi pembangunan daerah wisata oleh Walikota Makassar terdahulu Bapak Malik, sehingga warga nelayan yang tinggal didaerah tersebut direlokasi ke daerah Untia, Utara Kota Makassar. Relokasi ini awalnya untuk seluruh nelayan serta seluruh keluarganya. Dengan uang penggantian kapal, rumah pengganti serta tabungan dari pemerintah menjadi daya tarik pemerintah terhadap warga nelayan. Namun yang berpindah hanya 64 KK, tidak semua. Hal ini diakibatkan bagi nelayan didaerah asal atau di pulau Lae-lae sumber kehidupan jauh lebih daripada tempat sebelumnya, karena perubahan yang sangat drastis pula sehingga sedikit terjadi penolakan dari para warga nelayan.
Dalam hal ini penulis mengambil sampel 25 orang nelayan yang diwawancarai dalam segi perekonomian, umur, jenis ikan yang didapatkan, kepemilikan alat tangkap para nelayan, dll. Dapat dilihat pada table berikut di bawah ini :
Tabel Hasil Survey Nelayan dengan Responden 25 Orang
No. Nama Nelayan Umur (thn) Asal Pendidikan Terakhir Penghasilan per hari Jumlah jam kerja/hari Jenis Ikan Tangkapan Jumlah Tangkapan Jumlah Hasil Tangkapan (Kg) Kepemilikan Perahu
1 Daeng Nuru 55 Selayar SD Rp100.000 12 Katombo 50 Milik Sendiri
2 Andi Baharuddin 40 Maros SMA Rp100.000 10 Baronang, Katombo 50 Pinjaman
3 Safar 39 Maros SD Rp10.000 5 − − Milik Sendiri
4 Syahril 29 Lae-lae SD Rp25.000 15 cumi-cumi 10 Pinjaman
5 Rahman 23 Makassar SMP Rp30.000 24 ikan merah 20 Pinjaman
6 Ilyas Sawattung 42 Lae-lae SD Rp100.000 24 ekor kuning, bannyara 10 Milik Sendiri
7 Arfin 25 Makassar SD Rp50.000 10 cumi-cumi 10 Milik Sendiri
8 Daeng Laba' 60 Makassar Rp50.000 15 cumi-cumi 10 Milik Sendiri
9 Daeng Nyakla' 50 Makssar SD Rp50.000 18 cumi-cumi 5 Milik Sendiri
10 Ismail 60 Maros SD Rp300.000 15 rappo, cumi-cumi 30 Milik Sendiri
11 Nurdin 36 Makassar SD Rp50.000 18 dalosi, cumi, rappo 30 Milik Sendiri
12 Daeng Naja' 52 Makassar tidak sekolah Rp50.000 18 dalosi, cumi, rappo 30 Milik Sendiri
13 Jery 29 Makassar SMP Rp50.000 20 rappo, cumi-cumi 30 Milik Sendiri
14 Soso Sideng 45 Makassar SD Rp50.000 cumi-cumi 3 Milik Sendiri
15 Daeng Bella 42 Makassar SD Rp50.000 12 cumi-cumi 5 Milik Sendiri
16 Daeng Buang 36 Lae-lae SD Rp50.000 12 cumi-cumi 5 Milik Sendiri
17 Daeng Rasi' 41 Lae-lae SD Rp50.000 12 cumi-cumi 5 Milik Sendiri
18 Umar 21 Lae-lae SD Rp50.000 12 cumi-cumi 5 Milik Sendiri
19 Daeng Tawang 56 Lae-lae SD Rp50.000 15 cumi-cumi 10 Pinjaman
20 Daeng Sese 43 Lae-lae SD Rp50.000 13 cumi-cumi 10 Pinjaman
21 Rudi 18 Lae-lae SD Rp25.000 12 Baronang, Katombo 20 Pinjaman
22 Anto 15 Lae-lae SD Rp32.000 12 rappo, cumi-cumi 15 Pinjaman
23 Daeng Tuju 62 Lae-lae tidak sekolah Rp70.000 15 cumi-cumi 5 Milik Sendiri
24 Daeng Kulle 57 Lae-lae tidak sekolah Rp50.000 24 Katombo 15 Milik Sendiri
25 Arham Sijaya 55 Lae-lae SD Rp50.000 18 ikan merah 10 Milik Sendiri
Sumber : Survey Lapangan, 2009.

C. Kompleksitas Permasalahan
Kajian dari data di atas dapat dijabarkan permasalahan masyarakat nelayan sebagai berikut dibawah ini.
1. Perekonomian Komunitas Nelayan
a. Kemiskinan Nelayan
Kemiskinan Nelayan terjadi begitu nyata di dalam komunitas Nelayan tersebut. Kemiskinan adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti dan bersifat multi dimensional. Disebut cair karena kemiskinan bias bermakna subjektif, tetapi sekaligus juga bermakna objektif. Secara objektif bias saja masyarakat tidak dapat dikatakan miskin karena pendapatannya sudah berada di atas garis kemiskinan yang oleh sementara ahli diukur menurut standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Akan tetapi, apa yang tampak secara objektif tidak miskin itu, bias saja dirasakan sebagai kemiskinan oleh pelakunya karena adanya perasaan tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya atau bahkan dengan membandingkan dengan kondisi yang dialami orang lain, yang pendapatannya jauh lebih tinggi darinya (Imron, 2003 dalam Mulyadi, 2007). Sebagaimana yang dikemukakan di atas ada beberapa klasifikasi masyarakat nelayan, ada 2 nelayan yang citra kemiskinan yang sangat melekat di komunitas nelayan yaitu papalele dan buruh nelayan. Nelayan di Kawasan Permukiman Nelayan, Kelurahan Untia termasuk salah satu komunitas nelayan yang cukup miskin, dengan rata-rata pendapatan Rp.20.000-Rp.200.000 per hari. Pendapatan ini terkadang berubah-rubah terkadang nelayan tersebut mendapatkan hasil yang melimpah terkadang pula nelayan tersebut tidak mendapatkan apa-apa.
Kondisi cuaca yang begitu selalu mengalami perubahan memaksa para nelayan hanya menunggu hingga perubahan cuaca di sekitar laut membaik, terkadang komunitas nelayan ini bias tidak melaut dalam waktu 3-5 hari kedepan akibat cuaca memburuk. Sehingga pendapatan dapat dikatakan sesuai rezeki para nelayan pada saat bekerja.
b. Teknologi Penangkapan ikan
Dapat dipahami, jika ketergantungan para nelayan terhadap teknologi penangkapan itu sangat tinggi hal tersebut disebabkan kondisi sumber daya perikanan yang bersifat mobile atau bergerak, pindah dari suatu tempat ketempat yang lain. Pada umumnya nelayan di daerah Untia ini menggunakan perahu kecil dengan ukuran paling kecil 3 meter, dan yang paling besar hingga 12 meter, dengan mesin perahu berkekuatan 5 PK. Alat tangkap lain yang kami lihat di daerah nelayan ini, kebanyakan membuat jarring sendiri dengan pengklasifikasian alat atau jaring tangkap berdasarkan jenis ikan. Sehingga nelayan sangat bergantung pada teknologi ini yang berupa perahu, serta alat tangkap lain. Namun di satu sisi sebagian nelayan hanya meminjam atau ikut berlayar mencari ikan, karena keterbatasan alat yang dimiliki.
c. Waktu jam kerja
Nelayan tangkap yang mencari ikan rata-rata dimulai pada pukul 5 sore hingga puku 7 pagi dengan rentan waktu kerja dalam sehari yaitu 12-20 jam sehari. Namun tidak sedikit pula yang bekerja sehari penuh dengan menginap di daerah penangkapan ikan. Karena jarak begitu jauh hingga 20-25 Km dari tempat bermukim dengan lama perjalan hingga memeakan waktu 4 jam, sehingga menuntut para nelayan untuk menginap di daerah tangkapan ikan.
d. Distribusi Hasil Ikan
Nelayan Untia ini mendapatkan hasil ikan rata-rata 10-30 Kg dalam sehari kalau lagi baik cuaca sehingga target terpenuhi terkadang nihil tanpa membawa 1 ikan pun. Hasil tangkapan tadi langsung dijual di Paotere atau tempat pelelangan ikan terdekat yang berada di Kota Makassar.
e. Kelompok Umur Pekerja Nelayan
Nelayan di Kelurahan Untia kebanyakan yang bekerja dengan umur diantara 220-60 tahun, namun juga anak-anak yang masih bersekolah terkadang atau harus ikut berlayar mencari ikan bersama orang tua. Sehingga dari segi pendidikan para nelayan ini kebanyakan hanya tamat SD, dikarenakan tuntutan hidup mencari nafkah mengharuskan masyarakat ini baik tua maupun muda harus turun ke laut mencari ikan.

D. Kompleks Penyelesaian (Penyusunan Program)
1. Budidaya Ikan dan Penangkapan Ikan
Dalam sector perikanan, dibedakan antara budidaya ikan dan penangkapan ikan. Budidaya ikan dalma pola kerjanya lebih menyerupai pertanian atau peternakan daripada penangkapan ikan. Biasanya seorang yang membudidayakan ikan memperbaiki daerah tertentu untuk meningkatkan pertumbuhan ikan dan memperoleh hak atas ikan, kepemilikian ikan menyerupai apa yang ada dalam pertanian.
Dalam hal ini budidaya ikan dapat menjadi salah satu penyelesaian masalah ekonomi nelayan di Kelurahan Untia, karena nelayan di Untia seluruhnya sebagai nelayan tangkap. Pemerintah Kota Makassar dalam hal ini dapat memberikan masukan kepada para nelayan yaitu berupa pendanaan serta sosialisasi dalam hal budidaya ikan. Dengan hal ini meningkatkan hasil pendapatan serta kembali memperbaiki daerah sekitarnya yang sebenyarnya memiliki potensi tambak, atau penakaran ikan.
2. Modal Sosial
Sistem Nilai, seperti etika social dan etika penghormatan social, etos kerja, serta saling percaya, berbagai pranata social/kelembagaan social, jaringan hubungan-hubungan social, system pembagian kerja secara seksual, dan seluruh dimensi kebudayaan merupakan modal social yang dimiliki oleh suatu masyarakat, termasuk masyarakat pesisir. Modal social ini dapat ditingkatkan dengan perbaikan kelompok, perencanaan yang mengacu pada asas kelompok, kebersamaan, dan lain-lain. Sehingga permasalahan 1 nelayan menjadi masalah nelayan bersama. Contohnya Pembentukan Kelompo Masyarakat Pemanfaat (KMP) dalam Program Pemberdayaan Ekonomi MAsayarakat Pesisir (PEMP) harus memperhatikan modal social masyarakat. Kelompok ini dapat merajut kohevisitas kelompok dan solidaritas social sehingga dapat permasalahan disekitar nelayan dapat diatasi dengan tepat dan cermat.
3. Koperasi
Pembentukan koperasi di daerah kawasan permukiman nelayan untuk membantu modal masyarakat nelayan dalam perbaikan kapal, mesin, alat tangkap, serta mengajak masyarakat nelayan untuk menabung dengan system ekonomi kerakyatan. Di desa pantai, umunya tidak ada tradisi menabung asuransidan penggunaan sarana ekonomi dan lembaga pembiayaan modern, semuanya berjalan secara alami dan tradisional. Sementara itu, di sisi lain arus informasi dan bentuk-bentuk hiburan yang tersaji sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi.
4. Program Co-Management dan CBRM
Co-management perikanan dapat dirumuskan sebagai pengaturan kemitraan kedinasan pemerintah, nelayan, LSM, dan Stakeholder lainnya (pedagang ikan, pemilik perahu, para pengusaha dan sebagainya) berbagi tanggung Jawab dan otoritas untuk melakukan manajemen perikanan. Meliputi berbagai bentuk kemitraan dan tingkat pembagian kekuasaan dan keterpaduan local (informal, tradisonal, adat istiadat) dengan system manajemen pemerintahan terpusat ataupun otonomi daerah.
CBRM ialah Community Based Coastal Resource Management, yang dimana proses ini masyarakat pantai sendiri diberikan peluang dan tanggung jawab mengatur sumber daya alam pantai yang mendaftarkan sendiri kebutuhannya serta menentukan arah dan tujuan aspirasinya.
5. Pemberian Modal serta kredit Murah untuk Perah serta alat tangkap
Modal dari pemerintah serta kredit murah kepada masyarakat nelayan untia juga salah satu yang dapat meringankan masalah yang terjadi di masyarakat nelayan baik untuk pembelian perahu, perbaikan mesin, maupun pembelian alat tangkap.
6. Program Pengembangan Masyarakat Pesisir dan Nelayan Kecil (Marginal Fishing Communities Development Pilot)
Program Marginal Fishing Communities Development Pilot (MFCDP) hakekatnya merupakan program khusus pengembangan masyarakat pesisir dan nelayan kecil di kecamatan yang menyelenggarakan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program ini menitikberatkan kepada perlibatan masyarakat pesisir dan nelayan kecil dalam pengelelolaan pesisir, meningkatkan efektivitas dari proses perencanaan partisipatif dalam desa dan kawasan pesisir, dan membantu memecahkan masalah-masalah pengelolaan kawasan pesisir serta mengembangkan kegiatan perekonomian yang memberikan kesempatan penuh dalam pengembangan masyarakat pesisir dan nelayan kecil. Dengan program MFCDP ini diharapkan masyarakat tepat dan berkelanjutan, sehingga akan diperoleh jaminan kepastian dalam meningkatkan taraf hidupnya.

E. Rencana Strategis
1. Mengidentifikasi Strategis atau program yang dipilih untuk menghindari kesenjangan
2. Interaksi positif di antara para pengambil kebijakan dan pembuat keputusan utnuk memilih strategi yang terbaik/paling sesuai
3. Meneliti serta merinci rencana-rencana operasional untuk mengimplementasikan pembaruan strategis secara optimal

F. Monitoring serta Evaluasi
1. Para pengambil kebijakan dan para pelaksana bersama-sama memonitor perkembangan dan evaluasi hasilnya secara berkala untuk mengetahui tingkat kemajuannya
2. Mengidentifikasi deviasi/penyimpangan antara rencana dan pelaksanaan serta evaluasi rencananya
3. Melakukan penyesuaian-penyesuaian dan modifikasi rencana-rencana sesuai dengan yang dibutuhkan



G. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan :
1. Program pembangunan masyarakat desa diarahkan untuk mencegah dan meniadakan kemiskinan dan kesengsaraan yang dapat terjadi di kalangan masyarakat. Untuk itu pelu dilakukan usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan hidup minimum sehingga dapat mendoong masyarakat untuk selanjutnya tumbuh berkembang dengan kekuatan sendiri.
2. Mendorong dan meningkatkan aktivitas kreativitas, prestasi masyarakat dalam pembangunan
3. Di dalam menghapus kemiskinan masyarakat nelayan perlu diusahakan peningkatan sumber daya alam, swadaya serta produktivitas masyarakat guna menciptakan kehidupan ekonomi yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan dan taraf hidup.
4. Meningkatkan dan memanfaatkan peranan lembaga-lembaga atau kelompok-kelompok nelayan yang berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
5. Pembangunan desa nelayan diarahkan diutamakan pada nelayan miskin serta wilayah nelayan yang sifatnya kritis, pantai dll.



DAFTAR PUSTAKA

Kusnadi. 2006. Filosofi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Humaniora. Bandung.

Mulyadi.2007. Ekonomi Kelautan.PT Raja Graffindo Persada. Jakarta

BAPPENAS, World Bank, Departemen Dalam Negeri RI, dan Departemen Kelautan dan Perikanan RI. 2004. Bahan Sosialisasi Nasional Marginal Fishing Community Development Pilot. Jakarta.

Hubungan dalam Menata lahan (tata guna lahan) dengan Transportasi di Perkotaan



Topik : Memperkecil Perjalanan Aktivitas, Dengan Penyebaran Ruang Berimbang


Hubungan dalam Menata lahan (tata guna lahan) dengan Transportasi di perkotaan
Arief Hidayat


Pengantar

Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap membentuk satu landuse transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, tranportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.
Sistem transportasi antar kota terdiri dari berbagai aktivitas, seperti permukiman, perkantoran, industri, pariwisata, perdagangan, pertanian, pertambangan dan lain-lain. Aktivitas tersebut mengambil tempat pada sebidang lahan atau sepetak tanah (permukiman, perkantoran industri, sawah, tambang, perkotaan, daerah pariwisata dan lain sebagainya). Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia melakukan perjalanan antara tata guna tanah tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi.
Beberapa interaksi dapat dilakukan dengan telekomunikasi, seperti telepon, faksimili atau surat. Akan tetapi hampir semua interaksi yang terjadi memerlukan perjalanan dan oleh sebab itu akan menghasilkan pergerakan arus lalu lintas.
Suatu rencana kota juga tak pernah lepas dari rencana tata guna lahan serta rencana transportasi. Bagannya dapat dilihat seperti berikut :















Permasalahan terletak rencana transport yang kadang tidak sinkron dengan rencana tata guna lahan. Hal ini mengakibatkan sebaran aktivitas (land Use) juga terganggu. Sehingga paper ini membahas bagaimana memperkecil sebaran perjalanan dengan guna lahan yang seimbang.

a. Perencanaan Transportasi (Sistem Perjalanan)
Pengertian transportasi suatu usaha pemindahan atau pergerakan barang atau orang dari lokasi asal ke lokasi tujuan. Sedangkan pengertian Sistem transportasi kota adalah suatu kesatuan daripada elemen-elemen, komponen-komponen yang saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang melayani wilayah perkotaan.
Konsep perencanaan transportasi biasanya dilakukan secara berturut sebagai berikut :
a. Aksesibilitas
Suatu ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan perjalanan. Konsep tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi problem yang terdapat dalam sistem transportasi dan mengevaluasi solusi-solusi alternatif.
b. Pembangkit lalu lintas
Besaran perjalanan yang dibangkitkan oleh tata guna tanah.
c. Sebaran pergerakan
Besaran perjalanan secara geografis di dalam daerah perkotaan.
d. Pemilihan moda transportasi
Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk suatu tujuan perjalanan tertentu.
e. Pemilihan rute
Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan rute antara zona asal dan tujuan.
f. Hubungan antar waktu, kapasitas dan arus lalu lintas
Waktu tempuh perjalanan sangat dipengaruhi oleh kapasitas ruas jalan yang ada dan jumlah arus lalu lintas yang menggunakannya.


Urutan Konsep Perencanaan Transportasi





















b. Perencanaan Guna Lahan (Sistem Kegiatan)

Tata guna tanah/lahan perkotaan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian dalam ruang dari peran kota; kawasan tempat tinggal, kawasan tempat kerja, kawasan tempat rekreasi dst .
Pola distribusi kegiatan guna lahan pada saat sekarang sangat tidak teratur diakibatkan banyaknya rencana kota yang diabaikan karena alasan ekonomi.
Faktor determinan yang mempengaruhi Guna lahan:
– Faktor kependudukan,
a. Tingginya aktifitas perkotaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk;
b. Perkembangan jumlah penduduk tidak saja dipengaruhi oleh natural growth, akan tetapi arus masuk (pergerakan penduduk) in migration
c. Pertumbuhan penduduk yang tinggi sangat berpengaruh pada spasial perkotaan
– Faktor kegiatan penduduk, kegiatan-kegiatan penduduk seperti ekonomi, industry, perkantoran yang esensinya menggunakan lahan sangatlah mempengaruhi tata guna lahan.
Pola penggunaan lahan di kawasan perkotaan, umumnya terbentuk polarisasi yaitu munculnya kutub-kutub pertumbuhan, atau meningkatnya daerah lain akibat dari aktifitas yang berbeda dalam sebuah kota sehingga pergerakan penduduk di dasari kebutuhan akan pekerjaan, tempat tinggal, fasilitas, dll.


c. Meminimalkan pergerakan dengan aktifitas ruang yang seimbang

Sebaran geografis antara tata guna tanah (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume dan pola lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan transportasi akan mempunyai efek feedback atau timbal balik terhadap lokasi tata guna tanah yang baru dan perlunya peningkatan prasarana.
Ada 2 masalah dalam meminimalkan pergerakan akibat land use yaitu
1. Bangkitan lalulintas , Bangkitan lalu lintas tergantung dari land use sebuah daerah (permukiman, perkantoran, industry, perdagangan, dll) mempunyai karakteristik bangkitan lalu lintas maupun pergerakan yang berbeda-beda. Beberapa tipe antara lain :
a. Tipe land use yang menghasilkan lalu lintas yang berbeda dengan land use lainnya
b. Land use yang berbeda menghasilkan tipe lalu lintas yang berbeda (pejalan kaki, truk, mobil)
c. Land use yang berbeda menghasilkan lalu lintas pada waktu yang berbeda.
2. Jarak yang terlalu jauh yang mengakibatkan land use yang jauh jaraknya bakal ditinggalkan dan akan beralih fungsi, sehingga alih fungsi ini akan menimbulkan masalah baru.


Dalam hal ini perlunya dalam rencana tata guna lahan memperhatikan zona-zona pembagian berdasarkan aktivitas penduduk yang saling berkaitan juga dalam rencana kota distribusi penduduk juga harus diperhatikan agar distribsi ruang dan distribusi .
Interaksi keruangan yang mampu di perbesar dengan jarak yang pendek dan aktivitas guna lahan yang seimbang. Contohnya perkantoran (zona A) berdekatan dengan permukiman (Zona B) sehingga penduduk yang tinggal di permukiman tidak akan terlalu jauh melalukan pergerakan. Namun land use perkantoran dan permukiman lain yang berjauhan dengan perdagangan (zona C) atau wisata (Zona D) tetap berimbang karena system pergerakan yang lancar serta land use yang terbentuk di sekitarnya mampu menjaga keharmonisan system pergerakan.
Hal ini agar menghindarkan pergerakan yang terlalu tinggi menuju suatu guna lahan lain yang sebenarnya dapat di minimalkan, juga aktifitas tersebut dapat berjauhan namun ada system jaringan yang baik juga disekitar system jaringan, land use yang terbentuk untuk mendukung daerah tujuan.